Foto di atas tidak sengaja saya temukan ketika menjelajah dinding IG. Kesetaraan gender memang kadang kurang dipahami oleh masyarakat umum ataupun pejabat publik. Kesetaraan gender bukan soal kekuatan perempuan, bukan soal kuat angkat galon, bukan soal bisa manjat genting atau lainnya.
Kesetaraan gender adalah dimana perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan, ekonomi, pekerjaan, kesempatan berkarir. Masih banyak anak perempuan yang tidak diberikan kesempatan meraih pendidikan tertinggi dan dinikahkan.
Selain itu masih banyak orang tua yang menanamkan bahwa perempuan berpendidikan tinggi buat perempuan itu tidak perlu, yang penting mereka bisa macak, manak dan masak. Siap menjadi istri yang baik bisa melayani suami. Kalau perempuan terlalu pintar akan susah mencari jodoh, laki-laki akan takut mendekati.
Bagi perempuan yang pintar, pendidikan tinggi sangatlah penting dan hanya laki-laki yang pintar juga yang bisa menjadi pasangannya. Kalau laki-laki takut mendekati berarti memang dia bukan laki-laki yang tepat, tidak percaya diri dan ini merupakan seleksi alam tersendiri.
Selain pendidikan, anak laki-laki sebaiknya diajarkan menghargai perempuan, diajarkan mengerjakan pekerjaan domestik. Melihat perempuan setara dengan dirinya, dan memperlakukan pasangan sebagai partner dalam menjalankan Rumah Tangga.
Banyak sekali perempuan yang harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga padahal dia juga bekerja sama dengan suaminya.
Ada seorang teman perempuan yang mengeluh dan merasa capek karena dia harus bangun jam 3 pagi untuk masak dan menyiapkan makanan buat suami dan anaknya, menyiapkan anak-anak nya untuk berangkat sekolah dan dia sendirivharus berangkat kerja pagi-pagi karena tempat kerjanya jauh. Sementara suaminya sama sekali tidak membantu dirinya. Ketika dia minta bantuan suaminya malah marah dan mengatakan bahwa itu tugas dan kewajiban istri dan mertuanya juga sering ikut campur membela anak laki kesayangan. Padahal waktu kuliah di Jogja suaminya biasa melakukan semuanya sendiri, mulai dari mencuci pakaian, membersihkan kamarnya bahkan bisa memasak dan membuat kopi sendiri. Tetapi ketika menikah semua kemampuannya hilang, bahkan untuk membuat kopi aja dia harus berteriak minta dibuatkan.
Kalau dia tidak ikut bekerja, biaya rumah tangga dengan gaji suami tidaklah mencukupi untuk operasional rumah tangga. Tetapi suaminya seperti tidak menyadari dan tetap minta dilayani seperti raja.
Begitulah bila anak laki-laki tidak pernah diajakan untuk menghargai perempuan dan bukan pelayan atau pembantu suami. Maka tugas kita untuk mendidik masyarakat agar generasi berikutnya lebih sadar akan kesetaraan gender
0 comments:
Post a Comment