Ketika sedang asik membuka tabs di mall yang mewah dan
dingin, aku dkejutkan oleh tepukan sekantong tissue di lenganku dari arah
samping belakang. Dan kudengar seorang wanita berkata "Mau beli tissue? Cuma 10 ribu aja kok! Tanpa menoleh aku
bilang "nggak, Makasih! Dan
suara itu kembali berkata "Anak saya
sedang sakit, cuma 10 ribu buat beli obat! Kata-kata perempuan itu yang
mengatakan untuk beli obat anaknya yang sakit cukup mengusik rasa kemanusianku.
Lalu Aku ingat kalau uangku di dompet tidak
ada uang 10 ribuan dan dia tidak mungkin perempuan itu punya uang kembalian 90 ribu.
Dan nggak mungkin aku membeli 10 pak tissue.
Aku meninggalkan perempuan itu dengan perasaan bersalah. Untuk
mengurangi rasa bersalahku. Aku mencoba mengamati penampilan perempuan itu yang
dari tadi cuma aku dengar suaranya. Perempuan itu kelihatannya seperti keturunan
chinese, usia antara 55-60, Memakai pakaian yang cukup bagus, menggunakan
kacamata dengan frame yang lumayan model baru, memakai giwang bermata giok,
memkai sepatu. Dan wajahnya tidak terlalu ramah cenderung galak. Dia masih saja
duduk disana sendirian padahal banyak juga orang-orang yang duduk di bangku
lain.
Beberapa waktu yang lalu ketika saya makan di sebuah
fastfood di sebuah mall. Ada seorang perempuan yang datang mendekati saya dan
meminta uang 5.000, dia mengatakan cucunya belum makan. Waktu itu saya langsung
memberi dia uang kembalian yang ada di nampan saya. Karena saya merasa, saya
bisa makan enak dan mampu untuk membeli sementara ada seorang perempuan minta
uang untuk makan cucunya. Kenapa saya tidak memberinya. Teman saya waktu itu
bertanya “kok, kamu kasi uang? Padahal cucunya gemuk dan tidak seperti anak
yang kekurangan makan. Memang anak kecil yang diakui sebagai cucunya kelihatan
gemuk dan sehat. Sementara perempuan itu sendiri kelihatan tua, pakai sandal
jepit, membawa kantong kresek dan pakaiannya sederhana. Saya hanya mengatakan,
gemuk khan bukan berarti sudah makan!.
Ketika saya ke Pasar Atum ada seorang perempuan yang
meminta-minta. Katanya dia tidak punya siapa-siapa dan dirinya sedang sakit. Dia
mau beli obat tapi tidak punya uang. Dengan wajah memelas dia menunjukan resep
obatnya. Akhirnya aku memberi uang kepada perempuan itu. Mama saya yang datang
mendekati saya, sehabis membeli makanan. Mengatakan kalau perempuan itu profesinya
memang minta-minta di daerah Pasar Atum, Pengampon dan sekitarnya. Mama saya
bercerita, dia mempunyai saudara yang mempunyai toko di Pasar Atum. Kata mama
saya, ngapain dikasi? Saya menjawab, ya biarlah, kalau saudarnya membantu dia
berobat, tentu perempuan itu tidak harus mempermalukan dirinya sendiri dengan
mengemis.
Pernah ketika keluar kantor, tiba-tiba ada pengemis yang
muncul di depan saya, yang tidak kelihatan dari mana datangnya. Pengemis tua
kelihatan lusuh dan memelas sehingga langsung aja saya memberi dia uang. Dan dia
mendoakan saya supaya selalu sehat dan banyak rejeki sebagai ucapan terima
kasihnya. Ada yang mengatakan siapa tahu itu malaikat atau Yesus yang sedang
menguji kita dan menyamar. Kata anak buah saya waktu itu, Siapa tahu mau dapat
rejeki mom! Saya hanya menjawab Aminn... apakah kalau kita memberi pengemis
lalu akan mendapat rejeki? Mantan bos saya dulu suka memberi sumbangan ke
klenteng, memasang lilin yang se gede manusia agar usahanya laris.
Saya jadi ingat tulisan Marlo Abu yang menulis buku Hukum
Langit, meskipun saya sendiri belum membacanya. Tapi dari covernya dia
mempertanyakan : Apa boleh kita bersedekah dengan tujuan agar bisnis kita
semakin besar dan berkembang? Patutkah
kita memberi pengemis atau menyantuni anak yatim dengan harapan mendapatkan
balasan dan meminta mereka mendoakan usaha dan diri kita? Banyak orang yang selalu berdoa meminta rejeki
dan memberikan sumbangan ke gereja atau ke masjid tapi kenapa kok doanya belum
terjawab. Saya jadi ingat sebuah ayat di alkitab “Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu
salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan
hawa nafsumu”. (Yak 4:3). Apakah benar kita meminta karena kita kekurangan?
Saya sendiri tidak tahu apakah dengan bersedekah atau
memberi pengemis uang maka kita akan mendapatkan imbalan rejeki. Ketika saya
memberi saya tidak pernah berpikir, apakah orang itu benar cucunya lapar,
anaknya sakit atau dirinya sakit. Kalau saya memang ada uang maka saya akan
memberi dengan iklas dan rasional. Bagaimana seandainya dia berbohong? Bagi saya
itu tidak penting. Kalau seandainya dia berbohong, maka itu urusan dia dengan
Tuhan. Dan bukan lagi menjadi urusan saya. Saya sendiri tidak tahu apakah
karena saya sering memberi sehingga saya juga selalu menerima rejeki ketika
saya membutuhkan. Dan selalu ada saja cara Tuhan memberikan rejekinya untuk
saya. Tuhan sangat tahu keperluan kita, sehingga Dia akan memenuhi apa yang
kita perlukan tetapi bukan apa yang kita mau. Kita harus percaya sepenuhnya
kepada Tuhan, Dia tahu yang terbaik. Yang kita perlukan adakah keyakinan dan
iman akan Tuhan.
“Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan
dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi
dengan sukacita”.( 2 Kor 9:7)
0 comments:
Post a Comment