Orang sering tidak menyadari bahwa trauma masa kecil sangat berdampak kepada perilaku waktu dewasa. Mungkin kita tidak tahu bahwa perilaku kita sekarang dikarenakan pengalaman masa kecil.
Contoh ada seseorang yang mengatakan kalau dia merasa kesal sama Ayahnya karena waktu kecil sering dipukuli dan dia mengatakan kalau besok punya anak nggak mau melakukan itu tetapi pada kenyataannya ketika dia punya anak dia melakukan hal yang sama seperti ayahnya.
Atau misal anak perempuan yang menyaksikan ibunya yang mengalami KDRT dan ibunya mengatakan bahwa dia baik-baik saja, sebagai istri harus nurut maka ketika dewasa mengalami KDRT dia tidak berani menolak dan menganggap itu hal biasa.
Ada juga seorang anak mengalami trust issues karena Ayahnya pergi meninggalkan rumah dan mengatakan Ayah bertugas luar kota dan tidak pernah kembali. Lalu orang tuanya bercerai sehingga dia mengalami kesulitan untuk menjalin sebuah hubungan.
Trauma masa kecil yang tidak ditangani atau diselesaikan dengan baik akan mempengaruhi seseorang, mungkin dia akan menjadi tidak percaya diri, takut berinteraksi dengan orang lain, tidak fokus, tidak bisa menyelesaikan apa yang sudah dilakukan, atau Bisa saja dia menjadi pelaku kekerasan terhadap orang lain.
Kumpulan trauma yang dialami anak di masa kecil akan menjadi luka psikis yang terus melekat dalam diri anak hingga ia dewasa (Huh et al, 2017). Luka tersebut masih ada di alam bawah sadar sehingga bermanifestasi dalam bentuk perilaku dan emosi negatif, contohnya perasaan tidak dicintai oleh orang lain, tidak percaya diri, cemas, atau ingin mendominasi orang lain (Burlakova & Karpova, 2021).
Trauma masa kecil juga akan berdampak dengan pasangannya. Contohnya seorang teman yang waktu kecil sering dimarahi dan ketika ingin menyampaikan pendapatnya malah tambah dimarahi dan dianggap membantah omongan orang tua, akhirnya ketika dewasa dan memiliki pasangan dia memiliki kecenderungan diam ketika pasangannya ngomel atau marah. Dia mengalami kesulitan mengekspresikan pendapatnya.
Untuk berdamai dengan luka masa kecil yang dialami, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan individu, antara lain melakukan kegiatan yang dapat lebih mengenal inner child dan menyadarinya lalu mengubah perilaku, bisa juga dengan menulis jurnal, refleksi diri, melakukan terapi atau berkonsultasi pada para profesional.
Referensi
Burlakova, N., & Karpova, O. (2021). Parent-child communication and inner dialogues in the self-awareness of children with disabilities. European Psychiatry, 64(S1), S506-S506
Huh, H. J., Kim, K. H., Lee, H. K., & Chae, J. H. (2017). The relationship between childhood trauma and the severity of adulthood depression and anxiety symptoms in a clinical sample: The mediating role of cognitive emotion regulation strategies. Journal of affective disorders, 213, 44-50.
Kalau aku sempat konsultasi dengan psikolog, setelah itu lanjut dengan menulis jurnal atau tiap malam kadang suka ajak ngobrol diri sendiri. Meski iya capek banget, nyesek, sakit. Tapi semangat untuk bisa berdamai biar gak ke trigger lagi.
ReplyDelete